Senin, 03 November 2008

MENGENAL BAPAK SEJARAH : IBN KHALDUN

MENGENAL BAPAK SEJARAH: IBN KHALDUN


Memilih orang-orang Islam terkenal dalam berbagai macam kegiatan-kegiatan kemanusiaan, bukanlah tugas yang ringan . Kenyataannya, sejumlah ilmuwan dan sarjana Islam memiliki pengetahuan ensiklopedi dan cita rasa yang mendalam, salah satunya adalah Ibn Khaldun.
Ibn Khaldun, seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Sebelum Khaldun, sejarah hanya berkisar pada pencatatan sederhana dari kejadian-kejadian tanpa ada pembedaan antara yang fakta dan hasil rekaan.
Sebagai pendiri ilmu pengetahuan sosiologi, Ibn Khaldun secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata. Seorang kritikus barat mengatakan, “Tak ada satu pun dalam perbendaharaan sastra Kristen dari masa Abad Pertengahan yang pantas disejajarkan dengan sejarahnya Ibn Khaldun dan tak satu pun sejarah Kristen yang menulis sebuah versi dengan begitu gambling dan tepat mengenai agama Islam.”
Nenek moyang Ibn Khaldun berasal dari golongan Arab Yaman di Hadramaut, tapi ia dilahirkan di Tunis pada tanggal 27 Mei 1332 M. Di situlah keluarganya menetap setelah pindah dari Spanyol Moor. Khaldun secara aktif ambil bagian dalam kancah politik yang penuh intrik di kerajaan-kerajaan kecil di Afrika Utara. Secara bergantian dialaminya masa-masa
menyenangkan dan masa pahit karena ulah penguasa, dan ada masa-masa pahit karena ulah penguasa, dan ada masa-masa di mana terpaksa ia bersembunyi di Granada yang jauh. Semangat revolusionernya tumbuh karena kemuakan akan politik yang kotor Tunis. Di tempat itu ia menyelesaikan Muqaddimah tahun 1377 M. Kemudian pindah ke Tunis untuk menyelesaikan karyanya yang monumental, Kitab al-I’har (Sejarah Dunia), dengan perolehan bahan-bahan dari perpustakaan kerajaan. Setelah menjalani hidup penuh petualangan di afrika Utara, pemikir besar ini kemudian berlayar ke negeri Mesir tahun 1382 M.
Sebelum ia menginjakkan kaki di Mesir, ternyata karyanya sudah sampai terlebih dahulu di sana, karenanya ia disambut meriah oleh kalangan sastrawan di Kairo. Tidak lama kemudian, dating undangan untuk berceramah di Masjid Al-Azhar yang tersohor itu, lalu diterima oleh Raja Mesir. Tapi jabatan ini menimbulkan intrik dan persaingan di Istana sehingga terpaksa dilepaskan. Namun Raja mengangkatnya lagi sampai enam kali, meskipun kali ia harus lengser.
Di negerinya yang baru itu ibn Khaldun memperoleh kesempatan untuk bertemu dengan Tamerlane (Timurlenk) setelah Syiria diserbu dan diadakan perjanjian perdamian dengan Raja Mesir. Timurlenk terkesan sekali, tokoh yang meninggal tahun 1406 M.
Ibn Khaldun telah memperoleh tempat tersendiri diantara para ahli filsafat-sejarah. Sebelum dia, sejarah hanyalah sekedar deretan peristiwa yang dicatat secara kasar tanpa membedakan mana yang fakta dan mana yang bukan fakta. Ibn Khaldun sangat menonjol diantara para sejarawan lainnya, karena memperlakukan sejarah sebagai ilmu, tidak sebagai dongeng. Dia menulis sejarah dengan metodenya yang baru untuk menerangkan, memberi alas an dan mengembangkan sebagai sebuah filsafat social. Ketika menerangkan tentang seni menulis sejarah, Ibn Khaldun berkata dalam bukunya Muqaddimah, “ Hanya dengan penelitian yang seksama dan penerapan yang terjaga baik kita bisa menemukan kebenaran serta menjaga diri kita sendiri dari kekhilafan dan kesalahan. Kenyataannya, jika kita hanya ingin memuaskan diri kita dengan membuat reproduksi dari dari catatan yang diwariskan melalui adat istiadat atau tradisi tanpa mempertimbangkan aturan-aturan yang muncul karena pengalaman, prinsip-prinsip yang mendasardari seni memerintah, alam, kejadian-kejadian, dan budaya di suatu tempat ataupun hal-hal yang membentuk ciri masyarakat. Jika kita tidak mau membandingkan yang lalu dan saat ini, maka akan sulit bagi kita untuk menghindari kesalahan dan tersesat dari kebenaran.”
Sebagai pelopor sosiologi, sejarah, filsafat, dan ekonomi-politik, karyanya memiliki keaslian (keorisinilan) yang menakjubkan. “Kitab al-I’bar” termasuk al-Taarif adalah buku sejarahnya yang monumental, berisi Muqaddimah serta otobiografinya. Bukunya dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertamanya ini terkenal dengan sebutan Muqaddimah. Bagian ini membicarakan perihal masyarakat, asal-usulnya, kedaulatan, lahirnya kota-kota dan desa-desa, perdagangan, cara orang mencari nafkah, dan ilmu pengetahuan. Bagian ini merupakan bagian pendahulunya. Akan tetapi Ibn Khaldun membicarakannya dengan bentuk-bentuk yang lebih logis buat teori-teorinya.
Pernyataan farabi mengenai asal-usul kota dan desa hanya merupakan teori belaka, sedangkan Ibn Khaldun melihatnya dari sudut pandangan sosial. Menurut Ibn Khaldun, ilmu pengetahuan al-Umran atau sosilogi hanya dibicarakan secara tidak mendalam dalam “politik”nya Aristoteles. Tulisan yang menarik dalam Muqaddimah adalah teori tentang Al-Asabiyah yang membicarakan perihal keningratan serta pengaruh-pengaruh garis keturunan diantara suku-suku normal.
Bagian ketiga, membicarakan negara dan kedaulatan serta merupakan isi terbaik dari buku ini. Dalam bagian ini di kemukakan teori-teori poltik yang maju, yang mempengaruhi karya-karya para pemikir politik terkemuka sesudahnya, seperti Machiavelli dan Vico. Karya Machiavelli, Pangeran, yang ditulis ketika masa pergolakan di Italia, seratus tahun kemudian, mirip sekali dengan Muqqadimah. Professor Gumplowicz mengatakan, “Pada tingkat apapun, prioritas haruslah diberikan pada ahli sosiologi Arab ini, yakni yang berkenaan dengan pikiran yang diketengahkan Machiavelli kepada penguasa-penguasa dalam bukunya Pangeran, seratus tahun kemudian.”
Bagian kedua kitab al I’bar, terdiri dari empat jilid, yang kedua, ketiga, keempat dan kelima, membicarakan sejarah bahasa Arab dan bagian terbaik dari bukunya, dimana penulis sampai pada puncak kreativitasnya, meninjau subyek-subyek yang berbeda seperti ekonomi-politik, sosiologi dan sejarah secara orisinil dan memikat. Beberapa hal yang dibicarakan dalam Muqaddimah juga dibicarakan oleh dinasti-dinasti pada masa itu, termasuk dinasti Syria, Persia, Saljuk, Turki, Yahudi, Yunani, Romawi dan Perancis.
Kitab al-I’bar ditutup dengan beberapa bab mengenai kehidupan si pengarang dan dikenal dengan nama al-Taarif (otobiografi). Ibn Khaldun adalah yang pertama kali menulis otobiografi yang panjang tetapi sistematik. Para pendaahulunya, seperti al-Khatib dan al-Suyuti menulis otobiografinya secara pendek, bersifat formal dan hambar.
Baru pada abad ke-19, setelah buku-bukunya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa Eropa, baru memberi kemungkinan kepada orang Barat untuk mengakui kebesaran sejarawan ini dan menghargai orisinalitas pikiran-pikirannya.
Dengan demikian, Barat yang “dibuka” sangatlah berhutang budi pada orang Tunisia yang cendikiawan ini, karena bimbingan yang diberikannya dalam bidang sosiologi itu. Juga ekonomi serta sejarah telah membuka jalan bagi perkembangan berikutnya dari ilmu-ilmu tersebut.
(dari berbagai sumber: AK)