Kamis, 02 Desember 2010

HARGA DIRI BANGSA LAHIR DARI KESADARAN INTELEKTUAL

Agus Salim lahir di kota Gadang Sumatera Barat , 8 Oktober 1884. Lagi namanya adalah Masyudul Haq. Ia adalah putri kelima Sultan Muhammad Salim, dibesarkan dalam lingkungan adat Minangkabau yang sangat kuat dalam bidang pendidikan agama.
Agus Salim pernah bekerja sebagai penerjemah pada konsulat kerajaan Belanda di Jeddah pada 1906-1911. kesempatan ini dimanfaatkan Agus Salim untuk memperdalam ilmu agama dan mendapat informasi tentang dunia Islam yang lebih luas. Ia kembali ke tanah kelahirannya dengan menguasai tujuh bahasa, antara lain Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, Arab, Turki, dan Jepang. Insting politik dan diplomasinya selama bekerja di konsulat membuat cita-citanya memerdekakan bangsa semakin kuat.
Sewaktu syarikat Islam dimasuki unsure-unsur komunis, Agus Salim berhasil menegakkan disiplin partai dari keanggotaan dan pengaruh organisasi politik. Setelah ketua umum SI, HOS Tjokroaminoto wafat, Agus Salim tampil menggantikannya.
Sebagai seorang pemikir, Agus Salim terkenal kaya akan ide-ide cemerlang. Menurutnya, tumbuhnya harga diri suatu bangsa berkaitan erat dengan kaum terdidik yang memperoleh peran tertentu karena kesadaran intelek, bukan karena disediakan fasilitas atau kemudahan.
Menurut Agus Salim, harga diri tidak ada artinya dan hanya akan menyesatkan jika tidak didukung oleh kesadaran intelek, hanya akan berdaya guna berdiri di atas kekuatan agama, harga diri, dan kesadaran intelek untuk mencapai tujuan mulia.
Ide cemerlang lainnya, ia ungkapkan ketika ada serangan dari kelompok nasionalis yang menyatakan bahwa Islam merendahkan martabat kaum perempuan. Dalam rapat JIB tahun 1925, ia menjelaskan, tentang kedudukan perempuan yang rendah adalah gejala umum yang terjadi di mana pun, hal ini adalah masalah kultural.
Solusinya adalah juga bersifat kultural. Agus Salim memberikan tiga hal, pertama, pendidikan badan supaya perempuan menjadi subur, kuat, dan sehat, kedua, pendidikan hati supaya bertambah baik budi pekertinya, dan ketiga, pendidikan akal supaya perempuan bertambah kecerdasannya.
Pada kesempatan lain, ia pernah melontarkan pendapat yang berlawanan arus, misalnya pada 1920 ketika api nasionalisme berkobar pada semua pejuang Indonesia, Agus Salim mengemukakan bahwa ada unsur berbahaya jika mengagungkan cinta tanah air bila tanpa kendali.
Bung Karno, menjadi pemimpin terkemuka, pemimpin kaum nasional, pendapat Agus Salim dengan tanggapan lewat ke arah persatuan.
Meskipun demikian, Agus Salim merupakan pribadi yang santun. Ia tidak mau berpolemik dengan orang lain, termasuk Bung Karno. Ia mengungkapkan bahwa dirinya dengan Soekarno mempunyai banyak persamaan dalam tujuan, yaitu kemuliaan bangsa dan tanah air, dan pada tempat bergerak, yaitu medan perjuangan melawan politik penjajahan.
Agus Salim termasuk pemikir yang produktif dalam menuangkan buah pikirannya, setidaknya ada 35 naskah karangannya yang dihimpun oleh Tim Penyusun Buku Seratus Tahun Agus Salim pada 1994. selain karya orisinal dirinya, Agus Salim juga produktif menerjemahkan karya-karya orang lain, terutama di bidang sastra dan sejarah.
(AK-dari berbagai sumber)