Kamis, 02 Desember 2010

HARGA DIRI BANGSA LAHIR DARI KESADARAN INTELEKTUAL

Agus Salim lahir di kota Gadang Sumatera Barat , 8 Oktober 1884. Lagi namanya adalah Masyudul Haq. Ia adalah putri kelima Sultan Muhammad Salim, dibesarkan dalam lingkungan adat Minangkabau yang sangat kuat dalam bidang pendidikan agama.
Agus Salim pernah bekerja sebagai penerjemah pada konsulat kerajaan Belanda di Jeddah pada 1906-1911. kesempatan ini dimanfaatkan Agus Salim untuk memperdalam ilmu agama dan mendapat informasi tentang dunia Islam yang lebih luas. Ia kembali ke tanah kelahirannya dengan menguasai tujuh bahasa, antara lain Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, Arab, Turki, dan Jepang. Insting politik dan diplomasinya selama bekerja di konsulat membuat cita-citanya memerdekakan bangsa semakin kuat.
Sewaktu syarikat Islam dimasuki unsure-unsur komunis, Agus Salim berhasil menegakkan disiplin partai dari keanggotaan dan pengaruh organisasi politik. Setelah ketua umum SI, HOS Tjokroaminoto wafat, Agus Salim tampil menggantikannya.
Sebagai seorang pemikir, Agus Salim terkenal kaya akan ide-ide cemerlang. Menurutnya, tumbuhnya harga diri suatu bangsa berkaitan erat dengan kaum terdidik yang memperoleh peran tertentu karena kesadaran intelek, bukan karena disediakan fasilitas atau kemudahan.
Menurut Agus Salim, harga diri tidak ada artinya dan hanya akan menyesatkan jika tidak didukung oleh kesadaran intelek, hanya akan berdaya guna berdiri di atas kekuatan agama, harga diri, dan kesadaran intelek untuk mencapai tujuan mulia.
Ide cemerlang lainnya, ia ungkapkan ketika ada serangan dari kelompok nasionalis yang menyatakan bahwa Islam merendahkan martabat kaum perempuan. Dalam rapat JIB tahun 1925, ia menjelaskan, tentang kedudukan perempuan yang rendah adalah gejala umum yang terjadi di mana pun, hal ini adalah masalah kultural.
Solusinya adalah juga bersifat kultural. Agus Salim memberikan tiga hal, pertama, pendidikan badan supaya perempuan menjadi subur, kuat, dan sehat, kedua, pendidikan hati supaya bertambah baik budi pekertinya, dan ketiga, pendidikan akal supaya perempuan bertambah kecerdasannya.
Pada kesempatan lain, ia pernah melontarkan pendapat yang berlawanan arus, misalnya pada 1920 ketika api nasionalisme berkobar pada semua pejuang Indonesia, Agus Salim mengemukakan bahwa ada unsur berbahaya jika mengagungkan cinta tanah air bila tanpa kendali.
Bung Karno, menjadi pemimpin terkemuka, pemimpin kaum nasional, pendapat Agus Salim dengan tanggapan lewat ke arah persatuan.
Meskipun demikian, Agus Salim merupakan pribadi yang santun. Ia tidak mau berpolemik dengan orang lain, termasuk Bung Karno. Ia mengungkapkan bahwa dirinya dengan Soekarno mempunyai banyak persamaan dalam tujuan, yaitu kemuliaan bangsa dan tanah air, dan pada tempat bergerak, yaitu medan perjuangan melawan politik penjajahan.
Agus Salim termasuk pemikir yang produktif dalam menuangkan buah pikirannya, setidaknya ada 35 naskah karangannya yang dihimpun oleh Tim Penyusun Buku Seratus Tahun Agus Salim pada 1994. selain karya orisinal dirinya, Agus Salim juga produktif menerjemahkan karya-karya orang lain, terutama di bidang sastra dan sejarah.
(AK-dari berbagai sumber)

Kamis, 15 Juli 2010

PENGGUNAAN BAHAN DOKUMENTER DALAM PENULISAN SEJARAH

by. A. Kosasih

Pendahuluan
Salah satu langkah penting dalam penelitian sejarah adalah sejauhmana pengetahuan mengenali bahan dokumenter sebagai sumber utama dalam penelitiannya. Tidak semua dokumen dapat menjadi sumber sejarah. Dokumen-dokumen yang diperoleh terlebih dahulu harus diklasifikasi dan diuji, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber yang mendukung data sejarah. Yang perlu diingat bahwa tidak cukup hanya satu dokumen dapat mewakili informasi sejarah, tetapi harus ditunjang oleh dokumen-dokumen lain yang bisa dianggap relevan terhadap satu obyek penelitian tertentu.
Penilaian bahan-bahan dokumenter sebagai sebuah data sejarah tidak hanya dilakukan berdasarkan interpretasi dokumen serta isinya, dalam arti menyangkut bagaimana mengetrapkan konsep-konsep, dan kategori-kategori atau teori. Juga termasuk mempelajari bagaimana menyeleksi, mengenterprestasikan, mengklasifikasi dan menyusunnya berdasarkan kategori kedekatan sumber pada obyek masalah.
Satu perhatian yang pernah menjadi fokus utama seorang pakar sejarah seperti Sartono Kartodirjo (1982:96-122), adalah dengan pendekatan sosiologis yang digunakan didapat bahwa data yang tersedia dalam bahan dokumenter tidak hanya khusus berhubungan dengan penelitian sejarah, akan tetapi dapat digunakan bagi penelitian ilmu kemasyarakatan lain seperti sosiologi dan antropologi. Sejarah yang menggunakan pendekatan sosiologis cenderung lebih menekankan pada segi-segi institusional, struktural, uni-formitas, pola-pola dan tendensi-tendensi umum atau khusus yang menjadi fenomena di masyarakat. Penggunaan bahan dokumenter setidaknya sangat membantu ilmu-ilmu kemasyarakatan termasuk sejarah dalam menyelidiki perkembangan masyarakat di masa lampau.
Setidaknya dapat dibedakan antara ilmu kemasyarakatan dengan ilmu sejarah dalam hal penggunaan sebuah bahan dokumen. Ilmu kemasyarakatan yang mempelajari manusia secara langsung dengan melakukan observasi, sedangkan ilmu sejarah mengerjakannya dengan menggali informasi yang disusun berdasarkan fakta-fakta yang didapat dari satu atau lebih dokumen. Perbedaan penting lainnya menyangkut masalah perbedaan perspektif, permasalahan dan prosedur pengolahan dokumen sebagai sebuah sumber. Namun, perbedaan itu tidak akan menjadi halangan bagi kedua ilmu tersebut, sejauh satu sama lainnya saling mendukung kegiatan penelitian masing-masing. Lebih jauh lagi akan terlihat jika kita telah mengetahui cara atau prosedur dalam menggunakan bahan dokumen sebagai bahan penelitian dari kedua cabang ilmu di atas. Prosedur yang membuat generalisasi bahan dokumen oleh ilmu kemasyarakatan, itu berbeda dengan prosedur partikulerisasi yang dilakukan ilmu sejarah, dalam artian ilmu sejarah di sini, yaitu ilmu sejarah yang dilakukan oleh para ”sejarawan kritis”.(Sartono, ibid :97)
Kecenderungan penggunaan bahan dokumenter dalam penelitian yang bersifat kualitatif, saat ini dipandang sebagai satu langkah penting yang banyak dilakukan oleh penelitian ilmu-ilmu sosial, di luar ilmu sejarah. Hal ini disebabkan oleh adanya kesadaran dan pemahaman baru yang berkembang di para peneliti sosial, bahwa banyak sekali data-data yang tersimpan dalam bentuk dokumen dan artefak. Sehingga penggalian sumber data lewat studi dokumen menjadi pelengkap bagi proses penelitian sosial. Bahkan Guba seperti dikutip oleh Bungin (2007) menyatakan bahwa tingkat kredibilitas suatu hasil penulisan sosial sedikit banyaknya ditentukan pula oleh penggunaan dan pemanfaatan dokumen yang ada.

Apa itu Dokumen ?
Sebelum membicarakan lebih lanjut mengenai penggunaan dokumenter dalam penulisan sejarah, maka perlu kiranya dijelaskan terlebih dahulu mengenai konsepsi atau pengertian dari istilah dokumen itu sendiri. Kata dokumen berasal dari bahasa latin yaitu docere, yang berarti mengajar. Pengertian dari kata dokumen ini menurut Louis Gottschalk (1986; 38) seringkali digunakan para ahli dalam dua pengertian, yaitu pertama, berarti sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan daripada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan terlukis, dan petilasan-petilasan arkeologis. Pengertian kedua diperuntukan bagi surat-surat resmi dan surat-surat negara seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah, konsesi, dan lainnya. Lebih lanjut, Gottschalk menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi) dalam pengertiannya yang lebih luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik itu yang bersifat tulisan, lisan, gambaran, atau arkeologis.
G.J. Renier, sejarawan terkemuka dari University College London, (1997; 104) menjelaskan istilah dokumen dalam tiga pengertian, pertama dalam arti luas, yaitu yang meliputi semua sumber, baik sumber tertulis maupun sumber lisan; kedua dalam arti sempit, yaitu yang meliputi semua sumber tertulis saja; ketiga dalam arti spesifik, yaitu hanya yang meliputi surat-surat resmi dan surat-surat negara, seperti surat perjanjian, undang-undang, konsesi, hibah dan sebagainya.
Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2007;216-217) menjelaskan istilah dokumen yang dibedakan dengan record. Definisi dari record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang / lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Sedang dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Sedangkan menurut Robert C. Bogdan seperti yang dikutip Sugiyono (2005; 82) dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu, bisa berbentuk tulisan, gambar, karya-karya monumental dari seseorang.
Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat ditarik benang merahnya bahwa dokumen merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto), dan karya-karya monumental, yang semuanya itu memberikan informasi bagi proses penelitian.


Macam-Macam Bahan dan Jenis Dokumen

Menurut Burhan Bungin (2008; 122) bahan dokumen itu berbeda secara gradual dengan literatur, dimana literatur merupakan bahan-bahan yang diterbitkan sedangkan dokumenter adalah informasi yang disimpan atau didokumentasikan sebagai bahan dokumenter. Mengenai bahan-bahan dokumen tersebut, Sartono Kartodirdjo (2008; 101) menyebutkan berbagai type seperti; otobiografi, surat kabar, surat-surat pribadi, catatan harian, momorial, kliping, dokumen pemerintah dan swasta, serta cerita roman (sejarah). Bahkan untuk saat ini foto, tape, film, mikrofilm, disc, compact disk, data di server / flashdisk, data yang tersimpan di web site, dan lainnya dapat dikatakan sebagai bahan dokumenter.
Dari bahan-bahan dokumenter di atas, para ahli mengklasifikasikan dokumen ke dalam beberapa jenis diantaranya;
Menurut Bungin (2008; 123); dokumen pribadi dan dokumen resmi.
Dokumen pribadi adalah catatan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Berupa buku harian, surat pribadi, & otobiografi.
Dokumen Resmi terbagi dua: pertama intern; memo, pengumuman, instruksi, aturan lembaga untuk kalangan sendiri, laporan rapat, keputusan pimpinan, konvensi; kedua ekstern; majalah, buletin, berita yang disiarkan ke mass media, pemberitahuan.
Menurut Sugiyono (2005; 82), berbentuk tulisan, gambar, dan karya
Bentuk tulisan, seperti; catatan harian, life histories, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan, dan lainnya.
Bentuk gambar, seperti; foto, gambar hidup, sketsa, dan lainnya.
Bentuk karya, seperti; karya seni berupa gambar, patung, film, dan lainnya.

Menurut E. Kosim (1988; 33) jika diasumsikan dokumen itu merupakan sumber data tertulis, maka terbagi dalam dua kategori yaitu sumber resmi dan tak resmi
Sumber resmi merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh lembaga/perorangan atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber resmi formal dan sumber resmi informal.
Sumber tidak resmi, merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh individu tidak atas nama lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber tak resmi formal dan sumber tak resmi informal.


Studi Dokumen dalam Penelitian Sosial

Metode dokumenter merupakan salah satu jenis metode yang sering digunakan dalam metodologi penelitian sosial yang berkaitan dengan teknik pengumpulan datanya. Terutama sekali metode ini banyak digunakan dalam lingkup kajian sejarah. Namun sekarang ini studi dokumen banyak digunakan oleh lapangan ilmu sosial lainnya dalam metodologi penelitiannya, karena sebagian besar fakta dan data sosial banyak tersimpan dalam bahan-bahan yang berbentuk dokumenter. Oleh karenanya ilmu-ilmu sosial saat ini serius menjadikan studi dokumen dalam teknik pengumpulan datanya.
Data dalam penelitian sosial kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human resources, melalui observasi dan wawancara. Akan tetapi ada pula sumber bukan manusia, non human resources, diantaranya dokumen, foto dan bahan statistik. Studi dokumen yang dilakukan oleh para peneliti sosial, posisinya dapat dipandang sebagai ”nara-sumber” yang dapat menjawab pertanyaan; ”Apa tujuan dokumen itu ditulis?; Apa latarbelakangnya?; Apa yang dapat dikatakan dokumen itu kepada peneliti?; Dalam keadaan apa dokumen itu ditulis?; Untuk siapa?” dan sebagainya.(Nasution, 2003; 86)
Menurut Sugiyono (2005; 83) studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Bahkan kredibilitas hasil penelitian kualitatif ini akan semakin tinggi jika melibatkan / menggunakan studi dokumen dalam metode penelitian kualitatifnya. Hal senada diungkapkan Bogdan (seperti dikutip Sugiyono) “in most tradition of qualitative research, the phrase personal document is used broadly to refer to any first person narrative produce by an individual which describes his or her own actions, experience, and beliefs”.
Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti transkrip wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen dan artefak lainnya. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional. Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif. Selain itu, di dalam penelitian kualitatif juga dikenal tata cara pengumpulan data yang lazim, yaitu melalui studi pustaka dan studi lapangan. Studi pustaka (berbeda dengan Tinjauan Pustaka) dilakukan dengan cara mengkaji sumber tertulis seperti dokumen, laporan tahunan, peraturan perundangan, dan diploma/sertifikat. Sumber tertulis ini dapat merupakan sumber primer maupun sekunder, sehingga data yang diperoleh juga dapat bersifat primer atau sekunder. Pengumpulan data melalui studi lapangan terkait dengan situasi alamiah. Peneliti mengumpulkan data dengan cara bersentuhan langsung dengan situasi lapangan, misalnya mengamati (observasi), wawancara mendalam, diskusi kelompok (Focused group discussion), atau terlibat langsung dalam penilaian.( Djoko Dwiyanto, djoko_dwiy@ugm.ac.id).
Kajian dokumen merupakan sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, iktisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya. Metode pencarian data ini sangat bermanfaat karena dapat dilakukan dengan tanpa mengganggu obyek atau suasana penelitian. Peneliti dengan mempelajari dokumen-dokumen tersebut dapat mengenal budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh obyek yang diteliti. Pengumpulan data perlu didukung pula dengan pendokumen¬tasian, dengan foto, video, dan VCD. Dokumentasi ini akan berguna untuk mengecek data yang telah terkumpul. Pengumpulan data sebaiknya dilakukan secara bertahap dan sebanyak mungkin peneliti berusaha mengumpulkan. Maksudnya, jika nanti ada yang terbuang atau kurang relevan, peneliti masih bisa memanfaatkan data lain. Dalam fenomena budaya, biasanya ada data yang berupa tata¬cara dan perilaku budaya serta sastra lisan. (Endraswara, http://fisip.untirta.ac.id/teguh/?p=16/).

Penggunaan Bahan Dokumenter dalam Penulisan Sejarah
Bagi penulisan sejarah sekarang ini, khususnya penulisan sejarah sosiologis yang menggunakan ilmu kemasyarakatan sebagai pendekatannya. Fenomena masa lalu difahami dari gambaran situasi dan kondisi sosial masyarakat pada masa lampau, yang semuanya tidak ada dan tidak dilukiskan dalam bahan-bahan dokumenter. Dengan demikian data historis dari dokumen perlu ditambah penyeleksiannya sesuai dengan perspektif ilmu kemasyarakatan. Sehingga dalam menghadapi bahan dokumenter, penggunaan konstruksi konseptual dan teoritis akan mempertinggi potensi heuristisnya dan dapat diperbaiki metodologinya.
Dalam ilmu sejarah sebuah dokumen sebelum dapat digunakan sebagai data penelitiannya, harus mengalami penyeleksian yang ketat. Dalam ilmu atau metodologi sejarah itu disebut dengan kritisisme historis. Yaitu suatu usaha sejarawan untuk mampu memberikan kritik terhadap nilai sebuah sumber, seperti keasliannya (orisinalitas), bahan, bahkan maksud serta makna sebuah dokumen tersebut dibuat. Kritisisme itu sendiri dibagi menjadi keritik ekstern dan kritik intern.
Metode kritisisme diatas, yang membedakan kembali antara ilmu kemasyarakatan dan ilmu sejarah menyangkut masalah pemakaian bahan dokumenter, adalah bahwa tidak semua tahap dari kritisisme historis perlu dilakukan sendiri dan dapat dibatasi pada segi-segi essensial serta analisa dokumen. Yang oleh ilmu kemasyarakatan disebutnya sebagai kritisisme tekstual, yakni menyelediki originalitas dokomen berdasarkan teksnya, variant-variant tradisional bentuk serta gaya bahasanya. (Sartono, 1982:114).
Dengan demikian kritisime historis terhadap bahan-bahan dokumenter yang masih dianggap perlu oleh ahli ilmu kemasyarakatan adalah: Pertama, analisa isi dari dokumen dan kritisisme interpretatif yang positif, yaitu bagaimana menetapkan maksud dari pembuat dokumen. Dan yang kedua, adalah analisa dari kondisi, yakni dalam kondisi mana dokumen dibuat dan kritisisme negatif tentang dokumen, sehingga dapat diverifikasikan pernyataan-pernyataan yang membuat dokumen itu.
Untuk mempelajarinya lebih jauh isi dari sebuah dokumen, kritisisme tekstual yang pertama akan sangat jauh dalam meneliti sebuah dokumen. Dari langkah pertama akan kita jumpai apa yang disebut dengan menti-fakta, yaitu suatu gambaran awal dari pembuat dokumen tentang fakta di balik itu. Dengan demikian melalui kritisisme interpretatif telah dapat diketemukan suatu segi subyektif sebuah dokumen, ditambah dengan kritisisme intern atau langkah yang kedua lebih lanjut akan dapat mengungkapkan faktor-faktor subyektif yang melekat pada bahan dokumenter.
Penilaian bahan dokumenter atas kegunaannya berdasarkan kriteria yang berhubungan dengan hakekat subyek, komponen-komponen yang essensial, karakteristik, scope waktu serta ruang dari segi subyek itu berada. Dalam penelitian sejarah dikategorikan sebagai kegiatan menganalisis sumber atau memverifikasi sumber, guna mendapat satu kesahihan fakta yang berada dibaliknya. Sebagaimana di pahami bahwa kesaksian dalam sejarah merupak faktor paling menentuka sahih atau tidaknya bukti atau fakta sejarah yang didapat dari bahan dokumen. Menurut Gilbert J. Garraghan (dalam Dudung A., 2007:70) kekeliruan saksi pada bukti sejarah ditimbulkan dua sebab. Pertama, kekeliruan dalam sumber informal yang terjadi dalam usaha menjelaskan, menginterpretasikan, atau menarik kesimpulan dari suatu sumber dokumen. Kedua, kekeliruan dalam sumber formal, yang disebabkan karena kekeliruan yang disengaja terhadap kesaksian sebuah dokumen tidak mampu menyampaikan kesaksiannya secara benar dan jujur.
Pada penelitian sosial, cara menganalisa isi dokumen ialah dengan mengetahui bentuk-bentuk komunikasi yang dituangkan sebuah dokumen secara obyektif. Kajian isi atau content analysis document ini didefinisikan oleh Berelson yang dikutip Guba dan Lincoln, sebagai teknik penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara objektif, sistematis dan kuantitatif tentang manifestasi komunikasi. Sedangkan Weber menyatakan bahwa kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau dokumen. Definisi lain dikemukakan Holsti, bahwa kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif, dan sistematis (Moleong, 2007; 220).
Dalam metode sejarah, pembahasan mengenai analisis konten dokumen ini merupakan bagian yang penting yang akan mempertaruhkan kredibilitas hasil penelitian sejarah. Oleh karenanya pembahasan kajian isi ini memiliki segmen khusus dalam pembahasan dan penggunaannya. Adapun yang terpenting dari kajian isi ini berkaitan dengan kritik intern (kredibilitas) dan kritik ekstern (otentisitas) sumber data.
G.J. Renier (1997; 115) mencoba memberikan gambaran mengenai perbedaan kritik intern dan ekstern ini dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang biasa dipakai oleh kedua bentuk kritik tersebut. Dalam kritik ekstern pertanyaan yag dimunculkan berupa; Apakah jejak yang saya yakini ini ada?, Apakah yang diceritakannya kepada saya, dan apa yang dituntutnya itu ada?, Dalam bentuk bagaimana dia menulisnya?, lalu setelah pertanyaan tersebut coba dikaji dan dianalisis, maka pertanyaan selanjutnya adalah; Dapatkah saya mempercayai pesan yang ada di dalam jejak ini untuk saya pergunakan? Apakah benar-benar kesudahan dari serangkaian peristiwa-peristiwa yang dalam pengamatan pertama, kemunculannya ada? Atau Adakah disekitarnya suatu serangkaian yang kurang jelas?, untuk menjawab pertanyaan tersebut maka diterapkan kritik intern.
Menurut Kuntowijoyo (1995; 99) sederhananya kritik ekstern (masalah otentisitas) itu mencoba mengkaji suatu dokumen untuk membuktikan keaslian sumbernya, yaitu dengan meneliti bagaimana kertasnya, tintanya, gaya tulisannya, bahasanya, kalimatnya, ungkapannya, kata-katanya, hurufnya, dan semua penampilan luarnya, untuk mengetahui otentisitasnya. Jika masalah otentisitas telah diverifikasi, selanjutnya peneliti melakukan uji kredibilitas (kritik intern), apakah dokumen tersebut dapat dipercaya? Hal ini dilakukan dengan cara melakukan komparasi mengenai informasi yang tertuang di dalam dokumen tersebut dengan data lain yang memiliki kesamaan waktu dan tempat peristiwa.
Selanjutnya Kosim (1988; 34) menjabarkan secara detail mengenai kajian isi dokumen dengan kritik ekstern dan intern. Masalah otentisitas dokumen (kritik ekstern) berupaya menjawab tiga pertanyaan penting, yaitu
1. Apakah sumber tersebut memang sumber yang kita kehendaki? Singkatnya apakah sumber tersebut palsu atau tidak? Bisa dikaji dengan meneliti; tanggal, materi yang dipakai seperti tinta, pengarang, tulisan tangan, tanda tangan, materai, jenis huruf.
2. Apakah sumber itu asli atau turunan? Di sini digunakan analisis sumber. Jaman dulu cara menggandakan sebuah dokumen dengan menyalin lewat tulisan tangan, berbeda dengan sekarang menggunakan mesin fotocopy dan teknologi komputer dan scanner.
3. Apakah sumber itu utuh atau sudah berubah? Di sini digunakan kritik teks, seperti yang banyak digunakan para ahli filologi.
Langkah selanjutnya menurut Kosim, melakukan kritik intern yang bertugas menjawab pertanyaan Apakah kesaksian yang diberikan oleh sumber itu kredibel / dapat dipercaya? Langkah-langkah untuk menjawabnya sebagai berikut;
1. Mengadakan penilaian intrinsik (yang hakiki) terhadap sumber. Dimulai dengan menentukan sifat dari sumber, lalu menyoroti pengarang sumber tersebut.
2. Komparasi dengan kesaksian dari berbagai sumber.

Manfaat Penggunaan Bahan Dokumenter dalam Penulisan Sejarah
Sartono (1982:120) menyebutkan beberapa alasan bahan dokumenter diperlukan dalam proses penelitian, seperti: membentuk dan memperbaiki alat konseptual peneliti; menyarankan hipotesa baru; memberikan ilustrasi penelitian; memperoleh fakta baru yang bersifat unik; membuat jembatan antara ilmu pengetahuan dab commons sense; memperhatikan sistem dan metode-metode penelitian yang sesuai; dan memberikan pengawasan fenomena terhada fakta detail dari kehidupan manusia.
Melihat kegunaanya yang sangat penting dalam, terutama dalam penelitian sejarah. Bahan dokumenter secara umum dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan penelitian sejarah yang lebih komprehensif. Lewat berbagai pendekatan sejarah komprehensif, di mana penggunaan ilmu bantu sejarah seperti ilmu-ilmu kemasyarakatan lainnya. Penggunaan bahan dokumenter, untuk saat ini diharapkan dapat menambah gairah baru pada penelitian sosial, termasuk penelitian sejarah.
Artinya dorongan untuk melakukan penelitian sejarah yang selama ini mengacu pada kegiatan penggalian sumber-sumber yang bersifat sekunder, yaitu pada bahan-bahan yang tersedia secara langsung dari informasi tertulis. Dengan pengetahuan tentang penggunaan bahan dokumenter, para peneliti sejarah mampu memberikan satu alternatif penelitian yang lebih dalam dan berkualitas.

Penutup
• Dokumen merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto), dan karya-karya monumental, yang semuanya itu memberikan informasi bagi proses penelitian.
• Untuk saat ini type dan jenis bahan dokumenter tidak terbatas pada otobiografi, surat kabar/majalah, surat-surat pribadi, catatan harian, momorial, kliping, dokumen pemerintah dan swasta, serta cerita roman (sejarah), tetapi juga foto, tape, film, mikrofilm, disc, compact disk, data di server / flashdisk, data yang tersimpan di web site, dan lainnya dapat dikatakan sebagai bahan dokumenter.
• Penggunaan bahan dokumenter setidaknya sangat membantu ilmu-ilmu kemasyarakatan seperti sosilogi dan antropologi, tapi juga membantu dalam menyelidiki perkembangan masyarakat di masa lampau atau sejarah.
• Dalam ilmu sejarah sebuah dokumen sebelum dapat digunakan sebagai data penelitiannya, harus mengalami penyeleksian yang ketat. Tahap dikenal dengan tahapan kritik sumber, yang dilanjutkan dengan tahapan analisis dan interpretasi sumber.
• Fungsi penting bahan dokumenter dalam penulisan diharapkan memberikan konstruksi konseptual dan teoritis yang mempertinggi potensi heuristis dari metodologi sejarah.
• Akhirnya pengetahuan tentang penggunaan bahan dokumenter, untuk saat ini diharapkan dapat menambah gairah baru pada penelitian sosial, terutama penelitian sejarah.


DAFTAR PUSTAKA

Ardhana. Teknik Pengumpulan Data Kualitatif. Tersedia: http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/08/teknik-pengumpulan-data-kualitatif/

Abdurahman, Dudung. 2007. Metodologi Penelitian Sejarah. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Al-Gharuty, Fu'adz. 2009 “Studi Dokumen dalam Penelitian Kualitatif”, diapload tgl. 2 Februari 2009. diakses tgl 1 Juni 2009. Tersedia :
http://adzelgar.wordpress.com/2009/02/02/studi-dokumen-dalam-penelitian-kualitatif/

Bungin, M. Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.


Gottschalk, Louis. 1986. Understanding History; A Primer of Historical Method (terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: UI Press.

Kartodirdjo, Sartono. 1982. “Penggunaan Bahan Dokumenter”, dalam Sartono Kartodirjo Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: suatu alternatif. Jakarta: Gramedia

Kosim, E. 1988. Metode Sejarah; Asas dan Proses. Bandung: Jurusan Sejarah UNPAD (untuk kalangan sendiri)

Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Renier, G.J. 1997. History its Purpose and Method (terjemahan Muin Umar). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.