Selasa, 15 September 2009

Memetik Manfaat dari Kritik

Banyak di antara kita menjadi jengkel hingga marah ketika dikritik. Kita menganggap kritik sebagai bentuk campur tangan terhadap urusan kita. Lebih gawat, ada yang karena kritik menjadi kehilangan rasa percaya diri atau tak mampu melakukan hal-hal dengan benar.

Sebenarnya itu semua tak perlu terjadi. Bila dicermati, kritik biasanya datang dari orang-orang dekat. Misalnya suami, istri, orang tua, atau teman. Mereka umumnya memiliki kepedulian pada kita sehingga tidak akan menjerumuskan. Kita mestinya juga sadar bahwa setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Adanya kritik justru mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan lagi. Jika kesalahan sudah terjadi, kritik dapat membantu kita untuk segera memperbaiki dampak buruk yang ditimbulkan dari kesalahan tadi.
Kritik pun bisa kita jadikan cermin. Dalam banyak hal, kita tidak bisa melihat diri kita sendiri. Bahkan yang bersifat fisik. Seperti noda di wajah, kerah baju terlipat, dan lain-lainnya. Sebaliknya orang lain bisa melihatnya. Karena itu kita membutuhkan kritik. Bahkan, orang bijak pun membutuhkan kritik untuk bisa terus menerus memperbaiki diri.

Ketika menerima kritik, kita perlu memperhatikan, apakah ada pujian atau sisi positif yang disampaikan si pengkritik. Kita tidak perlu memfokuskan perhatian pada rasa sakit ketika dikritik. Sebaliknya, kita tidak usah terlalu senang karena dipuji.

Agar kritik bermanfaat, kita tidak boleh puas dengan kritik bersifat umum. Misalnya kritik berupa ketidaksukaan terhadap sikap kita. Kita mesti menanyakan tentang sikap yang dimaksudkannya dan alasan tidak menyukai sikap itu. Pertanyaan bukan untuk menantang, tetapi untuk memastikan kritik itu memang patut atau cuma reaksi berlebihan.

Ketika mendengarkan kritik, umumnya orang mempertahankan diri, khususnya bila kritik itu tidak adil. Tapi sikap ini justru akan memperburuk keadaan, karena serangan kritik justru semakin gencar. Karenanya, mula-mula kita coba menyetujui kritik itu, tak peduli kritik itu benar atau salah. Dengan cara ini pengkritik lebih tenang dan lebih terbuka berkomunikasi. Dengan demikian hal yang dikritikkan dapat dibicarakan dengan tenang.

Jika kritik disampaikan dengan kasar dan penuh rasa permusuhan. Sebaiknya kita pusatkan pada isinya, bukan cara penyampaiannya. Jika isinya bermanfaat, jangan sia-siakan. Janganlah menolak suatu pengamatan yang bagus, hanya karena penyampaiannya kurang menyenangkan!

Apabila kritik bersumber dari orangtua, guru, atasan, atau pejabat berwenang, sebaiknya kita waspada. Tanpa disadari kita justru mengundang koreksi pedas. Karenanya, jika atasan mengkritik kelalaian kita, sebaiknya kita segera menanggapinya dengan perbaikan. Bila tidak, bisa-bisa ia akan mengambil langkah-langkah drastis yang lebih tidak kita harapkan.

Nah, kalau selama ini belum pernah mendapat kritik, sebaiknya bersiap-siaplah menerimanya. Ketika kritik itu datang, lebih baik berusaha mengambil manfaatnya ketimbang merasa terganggu atau sakit hati. (AK/dari berbagai sumber - red)

“Orang yang memberi saya, mengajarkan saya untuk memberi”